Senin, 28 Februari 2011

Sebuah Hadiah Dari Tuhan

Hari itu adalah hari pertama masuk SMA, saya melihat seorang anak dari kelas saya pulang sekolah dengan membawa semua bukunya, namanya Kyle. Saya berpikir, “Mengapa dia membawa pulang semua bukunya di hari Jumat? Pasti dia orang yang aneh.” Saya sendiri sudah memiliki rencana untuk akhir minggu ini, pesta dan nonton pertandingan sepakbola. Jadi saya mengangkat bahu dan kembali berjalan pulang.

Tapi kemudian saya melihat beberapa anak lain berlari melewati Kyle dan menyenggolnya. Kyle terjatuh dengan buku-bukunya berhamburan, kacamatanya terlempar dan saya berdiri sekitar sepuluh kaki di belakangannya. Saya merasa kasihan, jadi saya mendekati dan membantunya bangun.

Dia menatap saya dan berkata, “Terima kasih!” Saya membantu memunguti buku-bukunya, dan bertanya dimana dia tinggal. Sepanjang perjalanan pulang, kami banyak berbincang dan saya membawakan beberapa bukunya. Ternyata dia anak yang cukup asik. Saya mengajaknya untuk bermain bola Sabtu besok dengan teman-teman saya, dan dia menjawab, “ya.”

Selama empat tahun kemudian, kami menjadi teman baik. Dan selama itu, Kyle menjadi salah satu dari siswa yang paling hebat di SMA kami. Sangat bersemangat dan terlihat gagah dengan kacamatanya. Lebih banyak gadis yang menyukai dia dari pada saya. Terkadang saya iri juga kepadanya.
Hingga hari kelulusan menjelang, Kyle yang lulus dengan nilai terbaik diminta untuk menyampaikan pidato perpisahan.

Pada hari kelulusan, Kyle terlihat sangat gugup menjelang pidatonya, jadi saya menepuk pundaknya dari belakang, “Kamu pasti hebat!” Dia melihat saya dan tersenyum. “Terima kasih.”

Ketika dia mulai berpidato, dia menarik nafas panjang dan berkata,
“Kelulusan adalah waktu untuk berterima kasih kepada mereka yang menolong kita menjalani tahun-tahun yang berat. Orang tua kita, guru kita, saudara kita, mungkin pelatih..., tetapi yang terutama adalah teman-teman. Saya disini untuk memberi tahu Anda bahwa menjadi teman seseorang adalah hadiah terindah yang bisa Anda berikan. Saya akan menceritakan sebuah cerita kepada Anda...”

Saya hanya memandang sahabat saya itu dengan rasa tidak percaya, ketika ia mulai menceritakan perjumpaan pertama kali kami saat ia jatuh dengan buku-bukunya itu. Saat itu ternyata dia sedang merencanakan untuk bunuh diri di akhir minggu itu. Dia mengatakan sengaja membawa semua benda miliknya pulang, sehingga ibunya tidak perlu lagi melakukannya nanti. Dia memandang lurus kearah saya dan tersenyum,
“Untunglah saya diselamatkan. Sahabat saya telah melakukan sesuatu yang tidak terkatakan.”

Saya mendengar tepuk tangan dari kerumunan bagi sahabat saya yang menceritakan masa terlemah dalam hidupnya itu. Saya melihat ayah dan ibunya memandang saya dengan senyuman penuh terima kasih. Hingga saat ini, saya tidak pernah tahu bahwa apa yang saya lakukan ternyata berdampak begitu besar.

----------

Ketika kita hidup untuk menjadi berkat, akan ada waktu-waktu ketika semuanya terasa sia-sia dan tidak ada gunanya. Semua karya dan kebaikan yang kita lakukan seakan-akan tidak berdampak apa-apa.

Tapi kita tahu kita tidak boleh berhenti.

Dampak yang kita berikan buat sekeliling, tidak keluar dari ‘kebaikan-kebaikan besar’ yang kita lakukan ‘sekali-sekali.’ Tapi dari perbuatan-perbuatan kecil yang ‘terus-menerus’ memancarkan Kasih Kristus.

Jangan berhenti mengasihi, jangan berhenti berkarya, jangan berhenti bersinar walaupun sukar… Karena setiap usaha yang kita lakukan bersama Tuhan, tidak pernah kembali dengan sia-sia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar