Jumat, 24 Juni 2011

Signature

Seorang pengusaha kaya pulang ke kota kecil tempat dia dibesarkan. Dia mengendarai mobilnya dengan pelan menyusuri jalan-jalan kota itu. Berusaha menangkap kembali semua kejadian dan kenangan masa kecil…



Sampai di sebuah sudut jalan dia tiba-tiba berhenti. Seorang laki-laki seumuran dirinya berdiri di sudut jalan itu. Kepalanya tertunduk, tangannya tengadah. Laki-laki itu adalah seorang pengemis. Tapi yang membuatnya tiba-tiba berhenti adalah karena laki-laki itu adalah Tommy, teman bermainnya ketika kecil.



Dia turun dari mobilnya dan setengah berlari mendekati pengemis itu.

“Tom!” Serunya dengan terharu. Pengemis itu mengangkat wajahnya dan sesaat memandang dengan bingung. Sebuah senyum pahit tampak di wajahnya ketika dia mengenali sahabatnya,

“Andy…” katanya pelan. Andy merangkul sahabatnya dengan terharu, tidak peduli keadaan Tom yang kotor.

“What happen to you my friend?...”



Beberapa saat dua orang teman lama itu bercakap-cakap di pinggir jalan.

Andy kemudian mengeluarkan sebuah buku cek dan menulis di sana,

“Tom, aku sedang ditunggu di tempat lain, aku harus pergi sekarang. Tapi ambillah cek ini, pakailah untuk mengubah hidupmu…”

“God bless you my friend…” kata Andy sambil melangkah pergi.



Tom memandang kepergian Andy dengan terharu. Dan ketika mobil Andy hilang di sudut jalan, dia berjalan dengan cepat ke arah bank. Akhirnya hidupnya bisa berubah…



Tetapi ia berhenti di depan pintu bank ketika melihat orang-orang yang bekerja dan keluar masuk bank itu. Semuanya tampak seperti orang-orang kaya yang berpakaian rapi dan bersih. Ia kemudian melihat dirinya dan pakaian kumal yang dikenakannya. “Mereka pasti tidak akan mengijinkan aku masuk, apalagi menguangkan cekku ini…” pikirnya. Dia kemudian berbalik dan melangkah pulang tanpa menguangkan cek itu…



Keesokkan harinya dalam perjalanan pulang, Andy melewati sudut jalan di mana dia melihat Tom kemarin. Dan dengan terkejut melihat Tom berdiri di sana seperti juga kemarin. Dia bergegas turun dari mobilnya dan berjalan mendekati,

“Apa yang terjadi Tom?... Why are you still here?”

Dengan malu Tom menceritakan mengapa dia tidak jadi menguangkan cek pemberian Andy. Tapi Andy kemudian tersenyum dan menepuk pundak sahabatnya,

“My friend, yang membuat cek itu berlaku bukanlah pakaianmu atau siapa dirimu, tapi tanda tanganku!”



----------



Tuhan Yesus telah menandatangani cek keselamatan dan memberikannya kepada kita. Darah Yesuslah yang telah memeteraikan keselamatan kita, bukan tindakan, penampilan atau siapa kita di hadapan manusia. Tugas kita hanya menerima, menikmati dan hidup dalam kasih karunia yang telah diberikan itu.



Terima saja teman, karena harganya memang sudah dibayar…

Tuhan Yesus memberkati…

Jumat, 17 Juni 2011

Ayah, terima kasih

Ada seorang ayah yang mempunyai anak. Ayah ini sangat menyayangi anaknya. Di suatu weekend, si ayah mengajak anaknya untuk pergi ke pasar malam. Mereka pulang sangat larut. Di tengah jalan, si anak melepas seat beltnya karena merasa tidak nyaman. Si ayah sudah menyuruhnya memasang kembali, namun si anak tidak menurut.

Benar saja, di sebuah tikungan, sebuah mobil lain melaju kencang tak terkendali. Ternyata pengemudinya mabuk. Tabrakan tak terhindarkan. Si ayah selamat, namun si anak terpental keluar. Kepalanya membentur aspal, dan menderita gegar otak yang cukup parah. Setelah berapa lama mendekam di rumah sakit, akhirnya si anak siuman. Namun ia tidak dapat melihat dan mendengar apapun. Buta tuli. Si ayah dengan sedih, hanya bisa memeluk erat anaknya, karena ia tahu hanya sentuhan dan pelukan yang bisa anaknya rasakan.

Begitulah kehidupan sang ayah dan anaknya yang buta-tuli ini. Dia senantiasa menjaga anaknya. Suatu saat si anak kepanasan dan minta es, si ayah diam saja. Sebab ia melihat anaknya sedang demam, dan es akan memperparah demam anaknya. Di suatu musim dingin, si anak memaksa berjalan ke tempat yang hangat, namun si ayah menarik keras sampai melukai tangan si anak, karena ternyata tempat ‘hangat’ tersebut tidak jauh dari sebuah gedung yang terbakar hebat.

Suatu kali anaknya kesal karena ayahnya membuang liontin kesukaannya. Si anak sangat marah, namun sang ayah hanya bisa menghela nafas. Komunikasinya terbatas. Ingin rasanya ia menjelaskan bahwa liontin yang tajam itu sudah berkarat, namun apa daya si anak tidak dapat mendengar, hanya dapat merasakan. Ia hanya bisa berharap anaknya sepenuhnya percaya kalau papanya hanya melakukan yang terbaik untuk anaknya.

Saat-saat paling bahagia si ayah adalah saat dia mendengar anaknya mengutarakan perasaannya, isi hatinya. Saat anaknya mendiamkan dia, dia merasa tersiksa, namun ia senantiasa berada disamping anaknya, setia menjaganya. Dia hanya bisa berdoa dan berharap, kalau suatu saat Tuhan boleh memberi mujizat. Setiap hari jam 4 pagi, dia bangun untuk mendoakan kesembuhan anaknya. Setiap hari.

Beberapa tahun berlalu. Di suatu pagi yang cerah, sayup-sayup bunyi kicauan burung membangunkan si anak. Ternyata pendengarannya pulih! Anak itu berteriak kegirangan, sampai mengejutkan si ayah yg tertidur di sampingnya. Kemudian disusul oleh pengelihatannya. Ternyata Tuhan telah mengabulkan doa sang ayah. Melihat rambut ayahnya yang telah memutih dan tangan sang ayah yg telah mengeras penuh luka, si anak memeluk erat sang ayah, sambil berkata.

“Ayah, terima kasih ya, selama ini engkau telah setia menjagaku.”

Sabtu, 11 Juni 2011

Cermin Yang Terlupakan

Pada suatu ketika, sepasang suami istri, Tuan dan Nyonya Smith, mengadakan 'garage sale' untuk menjual barang-barang bekas yang tidak mereka butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan anak-anak mereka telah meninggalkan rumah untuk hidup mandiri...

Saat mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan benda-benda yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di antaranya adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah pernikahan mereka, dua puluh tahun yang lampau.
Sejak pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan. Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak buruk, dan tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah mereka. Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya, cermin itu tidak mereka kembalikan.

Demikianlah, cermin itu teronggok di loteng. Setelah dua puluh tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka mengeluarkannya dari gudang, dan meletakkannya bersama dengan barang lain untuk dijual keesokan hari.

Garage sale mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka jual. Satu per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah tangga, buku-buku, pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang sudah tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.

Seorang lelaki menghampiri Nyonya Smith.
"Berapa harga cermin itu?" katanya sambil menunjuk cermin tak terpakai tadi. Nyonya Smith tercengang,
"Wah, saya sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda sungguh ingin membelinya?" katanya.
"Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat bagus." Jawab pria itu. Nyonya Smith tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin itu tetaplah jelek dan tidak berharga.
Setelah berpikir sejenak, Nyonya Smith berkata,
"Hmm ... anda bisa membeli cermin itu untuk satu dolar..."

Dengan wajah berseri-seri, pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang satu dolar dan memberikannya kepada Nyonya Smith.
"Terima kasih," kata Nyonya Smith,
"Sekarang cermin itu jadi milik Anda. Apakah perlu dibungkus?"
"Oh, jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang." jawab si pembeli..

Nyonya Smith memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil cerminnya dan meletakkannya di atas meja di depan Nyonya Smith. Dia mulai mengupas pinggiran bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan lapisan pelindungnya dan muncullah warna keemasan dari baliknya.

Bingkai cermin itu ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru aqua yang selama ini menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu!

"Ya, tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu dengan gembira. Nyonya Smith tidak bisa
berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.

----------

Kehidupan yang tanpa Kristus sesungguhnya adalah seperti cermin indah yang masih tertutupi...
Kehidupan yang belum menemukan potensi sebenarnya yang diletakkan Tuhan secara khusus dalam kehidupan seseorang... Akibatnya, seberhasil apapun seseorang dalam kehidupannya, sehebat apapun kesuksesan yang dia raih, tidak pernah ada ucapan syukur, dan hidupnya selalu terasa kurang. Kehidupan orang lain selalu terlihat lebih indah...

Tapi ketika sebuah kehidupan mulai diserahkan kepada Yesus...
Mengesampingkan latar belakang hidup dari mana engkau datang, semua potensi yang masih tertutupi itu akan mulai menjadi luar biasa... Dan kehidupan itu akan mulai diletakkan dimana seharusnya dia berada, untuk bersinar !!!...

Seorang teman pernah bersaksi,
“When I give my life back to Him, it became an adventure...”
(Ketika kuserahkan hidupku kembali kepada-Nya, hidupku berubah menjadi sebuah petualangan...)

Believe me man, it’s true !
God bless...

Minggu, 05 Juni 2011

"Ia sahabat saya..."

Pada suatu siang, sebuah peluru mortir mendarat di sebuah panti asuhan di sebuah perkampungan kecil Vietnam. Seorang petugas panti asuhan dan dua orang anak langsung tewas, beberapa anak lainnya terluka, termasuk seorang gadis kecil yang berusia sekitar 8 tahun.

Orang-orang dari kampung tersebut segera meminta pertolongan medis dari kota terdekat. Akhirnya, seorang dokter Angkatan Laut Amerika dan seorang perawat dari Perancis yang kebetulan berada di kota itu bersedia menolong. Dengan membawa Jeep yang berisi obat-obatan dan perlengkapan medis mereka berangkat menuju panti asuhan tersebut.

Setelah melihat keadaan gadis kecil itu, dokter menyimpulkan bahwa anak tersebut sudah dalam keadaan yang sangat kritis. Tanpa tindakan cepat, anak itu akan segera meninggal kehabisan darah. Transfusi darah adalah jalan terbaik untuk keluar dari masa kritis ini.

Dokter dan perawat tersebut segera mengadakan pengujian singkat kepada orang-orang di panti asuhan, termasuk anak-anak, untuk menemukan golongan darah yang cocok dengan gadis kecil itu. Dari pengujian tersebut ditemukan beberapa orang anak yang memiliki kecocokan darah dengan gadis kecil tersebut.

Sang dokter, yang tidak begitu lancar berberbahasa Vietnam, berusaha keras menerangkan kepada anak-anak tersebut bahwa gadis kecil itu hanya bisa ditolong dengan menggunakan darah salah satu anak-anak itu. Kemudian, dengan berbagai bahasa isyarat, tim medis menanyakan apakah ada di antara anak-anak itu yang bersedia menyumbangkan darahnya bagi si gadis kecil yang terluka parah.

Permintaan itu ditanggapi dengan diam seribu bahasa. Setelah agak lama, seorang anak mengacungkan tangannya perlahan-lahan, tetapi dalam keraguan ia menurunkan tangannya lagi, walaupun sesaat kemudian ia mengacungkan tangannya lagi.

"Oh, terima kasih," kata perawat itu terpatah-patah. "Siapa namamu ?"

"Heng," jawab anak itu.

Heng kemudian dibaringkan ke tandu, lengannya diusap dengan alkohol, dan kemudian sebatang jarum dimasukkan ke dalam pembuluh darahnya. Selama proses ini, Heng terbaring kaku, tidak bergerak sama sekali.

Namun, beberapa saat kemudian ia menangis terisak-isak, dan dengan cepat menutupi wajahnya dengan tangannya yang bebas.

"Apakah engkau kesakitan, Heng ?" tanya dokter itu. Heng menggelengkan kepalanya, tetapi tidak lama kemudian Heng menangis lagi, kali ini lebih keras. Sekali lagi dokter bertanya, apakah jarum yang menusuknya tersebut membuatnya sakit, dan Heng menggelengkan kepalanya lagi.

Tetapi tangisan itu tidak juga berhenti, malah makin memilukan. Mata Heng terpejam rapat, sedangkan tangannya berusaha menutup mulutnya untuk menahan isakan tangis.

Tim medis itu menjadi khawatir, pasti ada sesuatu yang tidak beres. Untunglah seorang perawat Vietnam segera datang. Melihat anak kecil itu yang tampak tertekan, ia berbicara cepat dalam bahasa Vietnam. Perawat Vietnam itu mendengarkan jawaban anak itu dengan penuh perhatian, dan kemudian perawat itu menjelaskan sesuatu pada Heng dengan nada suara yang menghibur.

Anak itu mulai berhenti menangis dan menatap lembut mata perawat Vietnam itu beberapa saat. Ketika perawat Vietnam itu mengangguk, tampak sinar kelegaan menyinari wajah Heng.

Sambil melihat ke atas, perawat itu berkata lirih kepada dokter Amerika tersebut, "Ia mengira bahwa ia akan mati. Ia salah paham. Ia mengira anda memintanya untuk memberikan seluruh darahnya agar gadis kecil itu tetap hidup."

"Tetapi kenapa ia tetap mau melakukannya ?" tanya sang perawat Perancis dengan heran.

Perawat Vietnam itu kembali bertanya kepada Heng, dan Heng pun menjawab dengan singkat :

"Ia sahabat saya..."

----------

Hidup ini yang dikaruniakan Tuhan, terlalu berharga untuk diisi dengan kemarahan dan kebencian…
Tuhan mengaruniakan cinta kepada dunia ini, dan itu terlalu indah untuk tidak memenuhi setiap hati kita…
Sesungguhnya cintalah kekuatan terbesar di dunia…

“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15:13)

Kadang, ada hal-hal yang tidak mungkin bisa dilakukan, kecuali oleh cinta…