Seorang koki yang juga seorang hamba Tuhan, mendengar tentang kehidupan putranya yang sedang melalui banyak masalah… Sang koki takut putranya tidak akan sanggup bertahan kemudian melakukan hal-hal bodoh. Maka suatu hari dia menghubungi putranya dan memintanya untuk mampir sebentar di rumah makan milik keluarga mereka. Putranya datang sesaat sebelum rumah makan tutup, ayahnya menyambutnya di pintu depan dan mengajaknya ke dapur.
Sang ayah mengisi tiga buah panci penuh dengan air kemudian meletakkannya di atas api. Air di ketiga buah panci itu dibiarkan sampai mendidih. Kemudian sang ayah menaruh sebuah wortel di dalam panci yang pertama, sebutir telur di dalam panci yang kedua, dan beberapa sendok bubuk kopi di dalam panci yang ketiga, kemudian dibiarkan lagi selama hampir 20 menit.
Selama proses itu, ayah dan anak itu berbincang-bincang tentang masalah-masalah ringan sehari-hari. Bagaimana tentang presiden yang baru terpilih, keadaan cuaca, kemacetan lalu lintas… Tak sekalipun sang ayah menyinggung tentang masalah-masalah yang sedang dilalui putranya. Padahal putranya hampir yakin bahwa dia dipanggil ayahnya untuk diceramahi bagaimana menjadi orang muda Kristen yang baik. Tapi ternyata tidak, tidak malam itu. Mereka hanya berbincang-bincang sambil ayahnya memasak.
Tak lama kemudian ayahnya mematikan api. Ia menyisihkan wortel dan meletakkannya di atas sebuah mangkok, telur di atas mangkok yang lain, dan menuang kopi ke dalam mangkok yang lain lagi. Sambil menata rebusan itu ayanya mulai berbicara,
“Ketiga bahan ini telah mengalami proses yang sama: perebusan… Tapi masing-masing telah menunjukkan reaksi yang berbeda. Orang-orang Kristen juga mengalami masalahnya masing-masing, dan masing-masing telah menunjukkan reaksi yang berbeda pula.
Wortel adalah sebuah bahan yang kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus menjadi lembut dan lunak. Sebagian orang Kristen menunjukkan reaksi yang sama ketika mengalami masalah; menyerah, menjadi lunak dan kehilangan kekuatan mereka.
Telur sebelumnya mudah pecah. Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras. Sebagian orang Kristen juga menunjukkan reaksi ini; awalnya memiliki hati yang lembut dengan jiwa yang dinamis. Tapi masalah merubah mereka menjadi pahit, dengan hati yang keras dan kaku.
Tapi alangkah baiknya jika kita bisa seperti bubuk kopi. Sesaat setelah bersentuhan dengan air mendidih, pada saat itu juga dia mulai mempengaruhi didihan air itu. Bahkan ketika air mencapai suhunya yang terpanas, kopi juga akan mencapai rasa dan aromanya yang paling nikmat…”
----------
Kesetiaan Tuhan membuatnya tidak akan pernah membiarkan kita dicobai melampaui batas kekuatan (I Korintus 10:13). Dan ujian selalu dimaksudkan untuk memunculkan yang terbaik dari setiap anak-anak-Nya (Ayub 23:10).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar